Example floating
Example floating
HukumPekanbaru

Kuasa Hukum KOPPSA-M Laporkan Mantan Ketua ke Polda Riau atas Dugaan Pemalsuan Dokumen

Admin
172
×

Kuasa Hukum KOPPSA-M Laporkan Mantan Ketua ke Polda Riau atas Dugaan Pemalsuan Dokumen

Sebarkan artikel ini

PEKANBARU, hitsnasional.com – 19 Februari 2025, Sengketa pengelolaan lahan kelapa sawit antara Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (KOPPSA-M) dan PTPN IV Regional III (dulu PTPN V) memasuki babak baru. Kuasa hukum KOPPSA-M, Herry Supriyadi dari Kantor Hukum Armilis Ramaini, melaporkan MT, mantan Ketua KOPPSA-M periode 2013-2016, ke Polda Riau atas dugaan pemalsuan dokumen yang merugikan koperasi.

Pelaporan ini menjadi sorotan publik karena sengketa antara KOPPSA-M dan PTPN IV telah melibatkan berbagai aspek hukum dan ekonomi yang kompleks.

Latar Belakang Sengketa

Perjanjian antara PTPN V (kini PTPN IV Regional III) dan KOPPSA-M dimulai pada 2002, mencakup pengelolaan 1.650 hektare lahan sawit melalui skema Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Investasi awalnya mencapai Rp79 miliar, yang terdiri dari dana pembangunan kebun Rp41 miliar dari PTPN serta pinjaman Rp38 miliar dari Bank Agro.

Namun, setelah lebih dari 25 tahun, hanya sekitar 800 hektare lahan yang berhasil dikembangkan. Selain itu, muncul berbagai masalah, termasuk banjir yang melanda sekitar 100 hektare lahan akibat kelalaian dalam perencanaan aliran air oleh PTPN.

Pengelolaan Buruk dan Pemborosan Dana

Seorang pakar agronomi mengungkapkan bahwa dana pembangunan kebun jauh lebih besar dari yang seharusnya. Berdasarkan perhitungan keekonomian 1999/2000, pembangunan kebun 1.650 hektare seharusnya hanya membutuhkan maksimal Rp25 miliar, tetapi dana yang tercatat mencapai Rp79 miliar, tanpa hasil sesuai perjanjian.

Masalah lain yang disoroti adalah banjir yang seharusnya bisa dihindari jika peta aliran air diperhatikan. “Peta banjir dan aliran air tersedia, tetapi kelalaian PTPN menyebabkan kebun tidak berkembang dengan baik,” ujar seorang pakar perkebunan.

Dugaan Pemalsuan Dokumen

Persoalan semakin rumit dengan munculnya dugaan pemalsuan dokumen. MT, yang terpilih sebagai Ketua KOPPSA-M pada 9 Februari 2013 melalui Rapat Anggota Luar Biasa, diduga memalsukan Berita Acara Rapat dengan menambahkan klausul yang tidak pernah dibahas atau disetujui anggota.

Klausul tersebut digunakan sebagai dasar pembuatan perjanjian baru yang diduga merugikan koperasi. Pada 15 April 2013, atas perintah MT, pengurus KOPPSA-M menandatangani Akta Perjanjian Kerja Sama dengan PTPN V.

Beberapa bulan kemudian, pada 28 Mei 2013, KOPPSA-M menandatangani perjanjian kredit investasi dengan Bank Mandiri Cabang Palembang senilai Rp83 miliar, dengan jaminan 622 sertifikat tanah anggota koperasi.

Kuasa hukum KOPPSA-M, Herry Supriyadi, menegaskan bahwa dokumen pinjaman tersebut tidak pernah dibahas dalam rapat anggota. “MT memasukkan keterangan yang tidak sesuai dengan Anggaran Dasar KOPPSA-M. Dokumen ini tidak sah,” ujarnya.

Pengalihan Kredit yang Bermasalah

Pakar agronomi mempertanyakan pengalihan kredit dari Bank Agro ke Bank Mandiri, karena seharusnya dalam rentang 2003-2013, utang perbankan sudah lunas. Apalagi, PTPN mengelola kebun secara penuh (single management).

Dugaan adanya permainan antara MT dan PTPN semakin kuat setelah ditemukan bahwa uang pinjaman dari Bank Mandiri masuk ke rekening PTPN, bukan ke KOPPSA-M. Akibatnya, utang pokok dan bunga koperasi membengkak hingga Rp140 miliar.

Wanprestasi dan Tanggung Jawab Pengurus

Pada 25 Februari 2025, Pengadilan Negeri Bangkinang menggelar sidang gugatan wanprestasi antara PTPN IV Regional III dan KOPPSA-M.

Dalam sidang, Dr. Ermanto Fahamsyah, ahli hukum perdata dari Universitas Jember, menyatakan bahwa tanah yang tidak memiliki Hak Tanggungan tidak dapat dijadikan jaminan utang.

“Kerugian akibat kesalahan pengurus yang bertindak melawan hukum tidak boleh dibebankan kepada koperasi,” tegas Dr. Ermanto, mengutip doktrin hukum “piercing the corporate veil”, yang memungkinkan pengurus koperasi dituntut secara pribadi.

Harapan Masyarakat dan Pengawasan Mahkamah Agung

Kasus ini tidak hanya merugikan KOPPSA-M, tetapi juga masyarakat Pangkalan Baru, yang terdampak oleh keputusan-keputusan kontroversial dari pengurus koperasi.

Banyak pihak berharap Mahkamah Agung turun tangan untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan.

“Jika keputusan ini berjalan dengan benar, masyarakat akan percaya bahwa hukum masih melindungi hak mereka,” ujar ND, seorang tokoh adat setempat.

Sengketa ini masih berlanjut, dan pengawasan ketat dari otoritas hukum menjadi faktor kunci dalam menegakkan keadilan bagi semua pihak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *