Example floating
Example floating
HukumJakarta

Draf RUU KUHAP Beredar, Kejaksaan Terancam Kehilangan Kewenangan Tangani Korupsi

Admin
17
×

Draf RUU KUHAP Beredar, Kejaksaan Terancam Kehilangan Kewenangan Tangani Korupsi

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, hitsnasional.com – Draf revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) beredar dan dinilai berpotensi melemahkan peran Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi. Draf tersebut bahkan disebut hanya memberi kewenangan kepada jaksa sebagai penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat.

Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H., menyoroti draf RUU KUHAP tersebut. Ia berharap kewenangan Kejaksaan dalam penanganan kasus korupsi tidak dilemahkan.

Diketahui, draf RUU KUHAP yang beredar disebut menghapus kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus korupsi. Hal ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang memberi kewenangan kepada jaksa dalam menangani tindak pidana khusus, termasuk korupsi.

Menurut Pujiyono, Kejaksaan selama ini telah menunjukkan kinerja luar biasa dalam pemberantasan korupsi, khususnya dalam penanganan kasus-kasus besar atau yang dikenal sebagai ‘Big Fish’. Oleh karena itu, ia menyayangkan jika RUU KUHAP menghapus kewenangan Kejaksaan dalam menindak kasus korupsi.

“Jika di KUHAP tindak pidana korupsi tidak menjadi kewenangan Kejaksaan, ada agenda apa? Sementara di sisi lain, lembaga penegak hukum yang tengah gencar memberantas korupsi saat ini adalah Kejaksaan Agung dengan kasus Big Fish yang ditangani,” ujar Pujiyono kepada wartawan, Minggu, 16 Maret 2025.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret ini menjelaskan, meski kewenangan Kejaksaan diatur dalam UU Kejaksaan, namun perlu diatur pula dalam KUHAP. Sebab, tindakan Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi berpotensi mudah digugat melalui praperadilan atau eksepsi di persidangan jika tidak diatur dalam KUHAP.

“Jika di undang-undang induk, KUHAP, tidak ada kewenangan Kejaksaan dalam penanganan korupsi, tidak implementatif. Jika diimplementasikan pasti menimbulkan celah. KUHAP ini menjamin berlakunya hukum materiil kita, yaitu KUHP, UU Tipikor, UU Narkoba, dan UU HAM berat yang nantinya penanganannya didasarkan pada KUHAP kita. Kalau dasar KUHAP tidak ada, jadi persoalan,” jelas Pujiyono.

Pujiyono Suwadi mendesak DPR RI, khususnya Komisi III, untuk membuka draf RUU KUHAP secara resmi kepada publik agar bisa mendapatkan masukan yang lebih luas.

“Kami meminta DPR RI membuka draf secara resmi. Jika ada masukan masyarakat, itu akan lebih baik. Jadi membuka partisipasi publik lebih luas, karena kita ingin meletakkan hukum formil yang mendampingi KUHP untuk jangka panjang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Pujiyono menilai jika kewenangan Kejaksaan dalam penanganan tindak pidana korupsi dihapus, itu bisa dianggap sebagai upaya memberikan impunitas bagi koruptor.

“Ini akan menjadi pukulan mundur bagi semangat pemberantasan korupsi yang saat ini tengah digencarkan oleh Kejaksaan Agung. Apakah ini diterjemahkan sebagai upaya koruptor mendapatkan impunitas? Bisa jadi begitu,” katanya.

“Kami juga berdiskusi dengan jaksa, dan hal ini dianggap sebagai bagian dari amputasi kewenangan jaksa dalam penindakan korupsi. Apakah ini diterjemahkan sebagai kemenangan koruptor? Masyarakat yang menilai,” sambungnya.

Pujiyono pun berharap DPR RI dapat memastikan kewenangan Kejaksaan dalam penanganan tindak pidana korupsi tetap diatur secara jelas dan tegas dalam RUU KUHAP yang baru. DPR RI diminta tidak berdalih dengan alasan sudah ada UU khusus yang menyatakan Kejaksaan dapat menangani tindak pidana korupsi.

“Jadi jaksa punya kewenangan pemberantasan korupsi baik dalam hukum materiil maupun formil. Jadi anggapan publik bahwa Kejaksaan diamputasi di RUU KUHAP itu tidak jadi kenyataan. Kami anggap ini hanya kesalahan ketik, jaksa belum dimasukkan,” harapnya.

“Sekali lagi saya berharap Komisi III DPR RI membuka draf tersebut secara resmi dan melibatkan partisipasi publik seluas-luasnya, khususnya terkait semangat pemberantasan korupsi. Janganlah kewenangan jaksa dihilangkan,” tambahnya.

Ia meminta masyarakat untuk senantiasa mengawal RUU KUHAP. Dengan desakan dari berbagai pihak, diharapkan RUU KUHAP yang baru dapat memperkuat sistem hukum pidana Indonesia serta menjaga integritas Kejaksaan dalam memberantas korupsi.

“Meski tidak ada niat menghilangkan, namun di KUHAP harus disebutkan secara jelas bahwa Kejaksaan memiliki kewenangan pemberantasan korupsi. Kita juga butuh dukungan publik agar RUU KUHAP tetap dikawal,” tutupnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *