BANGKINANG, hitsnasional.com – Pada sidang gugatan wanprestasi antara PTPN IV Regional III melawan KOPPSA-M dan masyarakat Pangkalan Baru yang digelar pada 25 Februari 2025, pihak PTPN IV Regional III sebagai penggugat menghadirkan ahli dari Universitas Jember, Dr. Ermanto Fahamsyah, yang merupakan pakar di bidang hukum perdata.
Meskipun dihadirkan oleh pihak PTPN IV Regional III, kuasa hukum KOPPSA-M menilai bahwa keterangan ahli tersebut justru menguatkan posisi masyarakat.
”Meskipun ahli dihadirkan oleh penggugat, setidaknya ada dua poin penting dari keterangan ahli dalam persidangan tadi malam yang memperkuat posisi koperasi dan masyarakat Pangkalan Baru,” ujar H. Armilis Ramaini, S.H., kuasa hukum KOPPSA-M.
Poin pertama yang disampaikan oleh ahli, yang merupakan pengajar hukum jaminan di Universitas Jember, adalah bahwa tanah yang tidak dibebankan hak tanggungan secara hukum bukanlah jaminan utang dan tidak dapat dieksekusi.
Sebagai informasi, dalam gugatannya di PN Bangkinang, pihak PTPN IV meminta sita jaminan atas 622 persil tanah milik masyarakat Pangkalan Baru dengan klaim sebagai pelunasan piutangnya terhadap KOPPSA-M.
”Dari keterangan ahli tadi malam, justru menjadi jelas bahwa pihak penggugat keliru apabila mengklaim sita jaminan terhadap tanah masyarakat Pangkalan Baru, yang secara hukum bukan merupakan jaminan utang. Terlebih, aset tersebut semula diserahkan dengan maksud untuk menjamin kredit di Bank Mandiri, bukan untuk menjamin klaim tagihan PTPN IV Regional III kepada KOPPSA-M,” tambah Armilis.
Sebagai konteks, saat ini 622 persil sertifikat tanah milik petani dan anggota KOPPSA-M dikuasai oleh Bank Mandiri Palembang. Pada mulanya, 622 SHM ini dimaksudkan sebagai jaminan kredit KOPPSA-M. Namun, hingga kredit tersebut lunas, sertifikat-sertifikat tersebut tidak pernah dibebani hak tanggungan.
”Kami sudah cek langsung ketika inzage di PN Bangkinang, tidak ada satu pun dari 622 SHM tersebut yang dibebani hak tanggungan,” ujar Armilis.
Selanjutnya, Armilis menyebutkan bahwa poin kedua dari keterangan Dr. Ermanto Fahamsyah yang menguatkan posisi masyarakat adalah mengenai pertanggungjawaban pribadi oknum koperasi yang bertindak melawan hukum dan tanpa kewenangan.
”Tidak adil jika kerugian akibat kesalahan oknum pengurus yang bertindak tanpa wewenang dibebankan kepada koperasi,” ujar Dr. Ermanto dalam sidang di PN Bangkinang, merujuk pada doktrin piercing the corporate veil dalam hukum perdata.
Disebutkan bahwa piercing the corporate veil adalah doktrin hukum yang memungkinkan tanggung jawab korporasi dapat dialihkan kepada individu pengurusnya. Doktrin ini dapat diterapkan dalam beberapa keadaan, seperti penipuan atau penggelapan.
Sebagai latar belakang, pada periode 2013–2014 terdapat dugaan tindak pidana yang dilakukan pengurus KOPPSA-M, berupa penggelapan buah sawit, penyerobotan lahan koperasi, dan pengambilalihan paksa kebun KKPA dari pihak PTPN.
Dikatakan bahwa meskipun PTPN memiliki kelalaian dalam membangun dan mengelola kebun, dugaan tindak pidana oleh pengurus koperasi pada tahun 2013 memang ada.
Seluruh tindakan tersebut dilakukan atas inisiatif pribadi, tanpa persetujuan, sepengetahuan, atau pertanggungjawaban di hadapan rapat anggota, yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
”Sehingga, jika ada kerugian akibat perbuatan tersebut, pelakunya yang seharusnya menanggung akibatnya,” terang Armilis.
Lebih lanjut, Armilis menjelaskan bahwa atas dugaan perbuatan oknum pengurus pada tahun 2013 tersebut, pihaknya dan KOPPSA-M telah mengambil langkah hukum.
”Sudah kami laporkan ke Polda,” terang Armilis.***